Diari Penulis Biografi – Wujud Paling Tinggi Dari Cinta

Diari Penulis Biografi

Dalam tulisan saya DI SINI , saya pernah menuliskan bahwa hal yang paling saya syukuri dari menjadi co/ghost writer / penulis biografi adalah bisa bertemu sekaligus berinteraksi dengan banyak orang berilmu. Bisa face to face empat mata, menggali ilmu dan pengalaman mereka merupakan hal yang priceless bagi saya. Bayangkan, ada orang yang mau berbagi kebijaksanaan hidup yang mereka lalui puluhan tahun langsung kepada kita! Sesuatu yang ga bisa kita dapatkan di google atau youtube.

Pada Diari kali ini, saya ingin berbagi mengenai salah satu kebijaksanaan yang baru saja kemarin sore saya dapatkan. Saya pertama kali menerima order menulis biografi dari beliau melalui sekretarisnya. Setelah proses negosiasi dan pitching, akhirnya pada hari selasa kemarin saya bisa langusng bertemu beliau di sebuah restoran di Grand Indonesia.

Beliau adalah seorang keturunan Tionghoa, lahir di Surabaya. 30 tahun lebih menjadi banker. Beliau ingin menuliskan sejarah hidup Mamanya dalam bentuk biografi, selagi Mamanya masih hidup. Karena dia tidak ingin sejarah keluarganya terputus begitu saja tanpa anak cucunya bisa mempelajari sesuatu.

Salah satu pertanyaan yang cukup menggelitik yang saya terima dari sekretaris beliau di awal kami nyambung lewat chat adalah “Apakah mas Brili gapapa menulis untuk orang Tionghoa?”

Sebuah pertanyaan yang cukup sensitif bukan? Dan ketika kami akhirnya bertemu, klien saya mengulangi pertanyaan serupa.

Sebuah pertanyaan yang tidak seharusnya muncul. Saya empat tahun besar sebagai minoritas di Bali. Sahabat-sahabat saya sampai hari ini di Bali, ya justru dari Cina Surabaya, Cina Makassar, Cina Purwokerto. Dan sampai hari ini, mereka sudah saya anggap sebagai saudara saya sendiri. Sekaligus saya ingin menyampaikan kepadamu yang membaca tulisan ini, tolong jangan pernah gebrah uyah atau menggeneralisir sesuatu. Seperti kalau Cina sudah pasti cukong. Kalau cina sudah pasti pelit. Apalagi, kalau cina sudah pasti PKI.

Please, jangan lakukan itu sebelum kamu menyesal.

Kamupun juga tak mau kan dijuluki maling hanya karena ada salah satu orang dari suku atau ras mu ada yang menjadi maling?

Kembali ke klien saya ini. Kakek dan neneknya adalah pedagang dari Tiongkok yang megadu nasib di Kalimantan. Kakeknya tewas disikat penjajah Jepang saat Ibunya masih berumur 5 tahun. Ya, kakeknya adalah salah satu orang tionghoa yang mengorbankan nyawa melawan kekejaman tentara Jepang di tahun 1944.

Pecinan Surabaya

Mama klien saya dikirim merantau ke Surabaya pada saat lulus SMP untuk melanjutkan kuliah. Setelah lulus SMA, Mamanya menjadi guru sekolah. Dan dia harus kehilangan pekerjaannya karena pemerintah menutup semua sekolah Tionghoa di tahun 64. Mamanya menjadi pedagang karena terpaksa. Jadi, kamupun harus paham bahwa tidak semua orang Tionghoa harus punya ruko dan berdagang. Banyak dari mereka yang dipaksa berdagang karena keadaan.

Mamanya adalah seorang yang persisten. Dari membuka depot sederhana, dia bisa menyekolahkan 4 anaknya sampai jenjang tertinggi dan menjadi “orang” semua. Klien saya anak pertama, berhasil kuliah sampai ke Australia dan menjadi salah satu banker paling disegani di Indonesia. Adik-adiknya ada yang jadi dokter spesialis, Manager multinasional company, dan Direktur salah satu perusahaan insurance.

Ada hal menarik dari salah satu bagian ceritanya yang terngiang ngiang terus di pikiran saya sampai tadi malam sebelum tidur.

Tentan Cinta.

Mama Klien saya pernah divonis kanker payudara di tahun 89. Saat itu mamanya berhasil melewati fase kritis. Di tahun 95, sebuah benjolan muncul lagi di dekat pundaknya. Sebuah ketakutan akan menyebarnya sel kanker pun muncul.

Mama klien saya tinggal di rumah hanya ditemani satu adik perempuannya. Saudara yang lain sudah merantau. Saat benjolan itu muncul, dia langsung ambil cuti dari pekerjaannya, dan membawa Mamanya ke rumah sakit terbaik di Singapura.

Setelah melewati pemeriksaan selama seminggu, dokter memberinya berita baik bahwa benjolan tersebut bukanlah kanker. Klien saya bertanya,

“Ma, sebelum pulang mau beli oleh-oleh?”

“Iya, Mama mau beli tas buat Lin lin.”

“Lho bukannya Mama tiap hari berantem sama dia? Ko orang pertama yang Mama ingat malah dia?”

Pertanyaan yang akhirnya bisa dijawab sendiri oleh klien saya. Sore itu, sambil menyeruput cappuchinonya, dia memberikan sebuah pesan keramat pada saya,
“Brili, untuk hal ini saya sependapat dengan Jonan. Dia tetangga saya di Surabaya. Kami memiliki pendapat yang sama bahwa wujud cinta paling rendah, adalah uang. Sedangkan wujud cinta paling tinggi kamu tahu apa? Waktu!. Kalau kamu mengaku mencintai seseorang, maka kamu siap memberikan waktumu kepadanya. No matter what. Kalau ada orang yang bilang, bahwa dia jarang memberikan waktunya bagi keluarga, namun dia berdalih sekalinya memberikan waktu, dia memberikan quality time, that’s a bullshit. I don’t buy that story.”

Saya sibuk mencatat poin penting ini, kemudian beliau melanjutkan. Ini sunggu biografi yang akan sangat berkesan.

“Kamu tahu, adik saya si Lin Lin itu tidak ada hari tanpa berantem dengan Mama saya. Karena mereka tinggal serumah. Tapi ketika Mama saya berpergian, siapa anaknya yang dia ingat pertama? Ya si Lin Lin. Padahal dia punya empat anak.

Kalau kamu punya saudara dan dia memilih tinggal bersama orang tuamu namun secara finansial dia kalah sama kamu, kamu jangan sombong. Justru sesungguhnya, dia lebih kaya dari kamu. Dia rela mengorbankan kesempatannya mendapatkan uang banyak di luar agar dia bisa menukar waktunya bersama orang yang dia cintai. Itulah wujud tertinggi dari cinta Brili. Waktu.”

Waktu

Dan itulah yang terjadi. Selesai meeting, di perjalanan pulang, hingga mau tidur, kalimat itu sangat membekas di kepala saya. Apakah saya sudah menunjukkan cinta terbaik saya ke orang tua? Saudara? Istri? Keluarga?

Uang adalah wujud terendah dari cinta. Sedangkan waktu adalah wujud tertingginya.

CEO Inspirator Academy, penulis 6 buku, co-writer 17 buku artis, pengusaha, dan trainer.

Abu-Abu Dalam Selena dan Nebula Karya Tere Liye

Nyaris saya melewatkan tenggat waktu untuk meresensi Selena dan Nebula. Utang saya kepada Bang Tere Liye lah yang akhirnya menggerakkan saya untuk menulis ini di detik terakhir. Ya, saya berutang banyak kepada Bang Tere Liye…

Review Buku Orang – Orang Biasa – Andrea Hirata

Saya termasuk pembaca yang beruntung. Apa sebab? Saya mendapatkan novel bertanda tangan beliau langsung di Bangka Belitung.  Kamu bisa bayangkan sensasinya kan? Membaca karya penulis panutan di Bumi tempat dia melahirkan aksara aksara magisnya? Dan……

Diary Penulis Biografi –Klien Pertama Untuk Ghostwriter Pemula

Diary Penulis Biografi –Klien Pertama Untuk Ghostwriter Pemula Selamat malam writers! Ada yang unik minggu ini. Tak ada angin dan tak ada hujan, ada dua gadis mengontak saya untuk berdiskusi 1 pertanyaan yang sama. Satu…

Dilan 1990 . Menulis Cerpen Atau Novel Based On True Story? Ini Resikonya!

Foto diambil dari sini Ketika membaca ini, apakah kamu termasuk salah satu dari 4.000.000 penonton yang sampai hari ini sudah menonto Film Dilan 1990? Atau baca novelnya? Sampai sekarang baik novel dan filmnya masih laris…

#JumuahBerfaedah – Indonesia Timur Dan Senyum Yang Tumpah

Apa yang paling kamu syukuri Jumat ini? Jika kamu bertanya kepadaku, yang paling kusyukuri adalah telah terbitnya buku ke- 28 dan buku ke-29. Ya, kedua buku tersebut resmi lahir di waktu berdekatan dengan lahirnya buku…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *