Membaca, Menulis, Mendidik

Bekasi, 17 Februari 2012

Brili Agung Zaky Pradika

 

Assalamualaikum Wr. Wb

 

Selamat malam sobat-sobat ku tercinta.. Doaku selalu aku panjatkan buat kalian agar selalu dilimpahkan kesehatan dan rejeki yang tiada putus..Amiin.. Berdasarkan survei, pembaca tulisan-tulisanku, lebih dari 80 persen berasal dari kawula muda. Tulang punggung dan penegak bangsa ini. Apa hubungannya membaca, menulis, dan mendidik? Yuk kita lanjut..

Membaca

Kalo ngomongin membaca, ini adalah salah satu passionku sejak sebelum masuk SD. Mulai dari koran bekas, bungkus tempe, iklan sedot wc, dan reklame di pinggir jalan habis semua aku baca. Sampai suatu ketika kebiasaan yang dari kecil masih kebawa ampe sekarang adalah Aku selalu bawa bahan bacaan ke kamar kecil kalo lagi BAB. Jadi kalo dah ngrasa kebelet gitu, yang pertama dicari ya bahan bacaan. Kebeletnya ditahan dulu. Sejak kecil, Ibu selalu membelikanku majalah Bobo tiap minggu. Dan kadang sebulan sekali membelikan novel misteri Ghosbump. Tapi Ibu sering geleng-geleng kepala, karena novel setebal itu habis dibaca Cuma sejam. Padahal belinya jauh. Tapi ya itu, kalo udah baca, makan jadi lupa, mandi jadi lupa, mau syuting juga lupa, mau pers conference juga lupa (kalo yang ini bohong).

Orang bijak pernah bilang bahwa Buku adalah jendela dunia. Kalo kita ga baca, gimana kita bisa liat dunia? Aku beruntung karena sejak kecil sudah dibiasain buat baca. Jadi sampai sekarang reading-addict masih melekat erat buatku. Sahabatku, jadikan baca sebagai habbitmu. Kita ga pernah tahu akan bertemu siapa dan kapan. Kita tidak pernah tahu akan ditanya apa dan akan bahas topik apa dengan orang yang kita temui nanti. Inilah untungnya kalo baca sudah kita jadikan passion. Kita jadi banyak tau. Setidaknya walau tidak mendalam, kita bisa lah mengimbangi lawan bicara kita apapun topiknya. Setidaknya, kita ga akan jadi obat nyamuk saat teman-teman kita seru ngomongin sesuatu. Dan bahkan kita bisa jadi sumber informasi akurat buat orang-orang disekeliling kita.

Buat cowo, jangan cuma baca-baca topik politik, musik, olahraga atau otomotif aja. Sekali-kali kita baca majalah fashion wanita juga perlu lho. Keliatannya emang ngebosenin dan ga ada yang menarik dari majalah yang covernya model dengan pakaian mode terbaru dan make up tebal. Tapi trust me, kita ga akan pernah tahu nanti akan ketemu siapa di masa depan. Bisa jadi nanti kita ketemu dosen pembimbing atau atasan wanita kita yang seorang mode-holic. Nah, dari situ bisa kita manfaatkan buat bahan obrolan dan membangun chemistry lebih dalam. Ujung-ujungnya kalo kita sudah akrab, akan lebih mudah untuk masuk ke lingkaran pergaulannya. (Penulis sudah membuktikan sendiri). Sebaiknya buat wanita, sekali-kali juga perlu lho baca-baca majalah sport, politik, atau otomotif. Ga ada yang tau kan nanti calon mertua hobinya apa.. Semakin kita bisa mengimbangi topik-topik favorit lawan bicara, semakin terbangun chemistry positif antara kita dan dia. Jadi mulai sekarang, lahap semua bacaan. Tempo, teen, kartini, hidayah, Bola, Trubus, Cosmopolitan.. habisi semuanya. Baca habis semuanya.

Ada seorang sahabat bertanya, “Mas Brili, dapat inspirasi tulisan dari mana sih? Ko ga pernah abiz idenya?”. Simple, “Membaca” . Kalo mas Jaya Setiabudi beda lagi. Dia pernah bilang “ Aku ga suka baca. Tapi kalo memang itu harga yang harus aku bayar untuk kesuksesanku, aku akan paksakan diriku untuk terus membaca.”

Iqro” !! Bacalah…

 

Menulis

Nah, kalo kebiasaan menulis Aku dah mulai sejak SMP. Tapi waktu itujenis tulisannya sangat terbatas. Hanya sebatas puisi. Bermula dari tugas bahasa Indonesia, aku ngerasa ketagihan untuk terus menulis puisi. Kebetulan, waktu aku SMP, sodaraku yang satu kos denganku pun hobi menulis puisi. Waktu itu dia udah SMA. Jadi aku banyak belajar dari puisi-puisi nya. Entah kenapa, menulis puisi kala itu bisa jadi media aktualisasi perasaan yang sangat efektif. Sebelum nulis, perasaan dan pikiran sama-sama berat. Tapi setelah dicurahkan di atas secarik kertas, pikiran tenang perasaan pun lega. Aku menulis saat itu bukan untuk dibaca orang lain, jadi ya semuanya aku tulis sesuai bahasa dan kemampuanku. Kalo dikumpulin, puisiku kala itu udah ada ratusan mungkin. Sebagian besar isinya ga jauh-jauh dari tema cinta monyet, rasa gelisah, patah hati dan tema-tema seputaran kehidupan anak SMP pada umumnya. Hehehe. Mulai berkembang lagi saat kelas 3 SMP Belajar menulis cerpen. Cerpen yang sangat random untuk ukuran anak SMP. Ceritanya tentang dua orang cowo yang memperebutkan gadis pujaannya dengan adu main bola. Sampai sekarang, kalo dibaca ulang, pasti bikin ketawa sendiri.

Lalu beranjak ke SMA, intensitas menulis udah ga sebanyak waktu SMP. Hanya puisi aja yang masih sering dibuat saat itu. Ketika kuliah, hasrat untuk menulis kembali muncul. Tapi masih naik turun. Ide besarnya sih ingin membuat satu novel roman percintaan. Tapi sampai sekarang masih berbentuk draft. Lalu sejak setahun lalu, setelah membaca pentingnya menulis dari Mbah Guru Jamil Azzaini, Aku mulai bertekad untuk terus memaksakan diri menulis. Menulis apa saja, termasuk yang sedang sahabatku semua baca kali ini.

Kata Imam Syafii, “Ikatlah Ilmu dengan Pena.”  Jadi ilmu tersebut dapat diwariskan kepada anak cucu kita walau kita sudah tiada. Coba sahabat semua bayangin deh, nanti suatu saat ketika kita sudah tiada, lalu cucu kita bertanya, “Kakek/Nenek dulu kayak apa sih bu?”, Anak kita tidak usah susah-susah menjelaskan, dia cukup bilang “Nak, bacalah buku karyanya, maka kamu akan tahu bagaimana beliau dari tulisannya.”

Masih ada juga yang bertanya, “Tapi kan ga semua orang bisa menulis..” Hei, semua orang itu bisa menulis, yang membedakan adalah soal kemauan. Ga usah nunggu inspirasi, ambil kertas dan pena, atau nyalain laptopmu lalu tulis apa aja yang ada dipikiranmu. Awalnya mungkin baru satu lembar kita udah bosan, tapi kalo kita paksa terus diri kita, tanpa terasa puluhan lembar tulisanpun bisa kita selesaikan. Kalo udah jadi kebiasaan, kasih tulisanmu ke orang-orang terdekatmu. Minta saran, kritik dan masukannya. Sambil rajin-rajin baca buku. Jadi ilmu kita tentang penulisan semakin hari semakin baik dan tulisan kita pun akan jadi semakin berkualitas. Nanti habis baca tulisan ini langsung mulai nulis yaaa.

 

Mendidik

Kedua orang tuaku adalah pendidik sekaligus pengajar. Ya, mereka adalah pahlawan tanda jasa. Guru yang mengabdikan diri demi masa depan anak-anak Indonesia. Dulu, ketika lulus SMA, Bapak pernah bertanya, “Bril, gimana kalo kamu jadi guru aja? Tertarik?” . Saat itu aku jawab, “Mboten Pak, mboten bakat, kali mboten minat dados PNS.” (Ngga pak, ga punya bakat. Dan ga berminat jadi PNS). Jawaban sotoy seorang anak yang baru lulus SMA. Tapi sebesar keinginanku untuk menolak menjadi seorang guru, darah pendidik di diriku itu selalu ada. Waktu SMA, saat aktif di dunia kepramukaan, aku ditugaskan di seksi Bimbingan dan Pengembangan. Yang mana tugas pokoknya adalah menyampaikan materi untuk anak-anak pramuka. Ketika kuliah pun, Aku menemukan keasyikan saat Aku diminta untuk presentasi, untuk menjadi MC, dan saat memberikan materi untuk berbagai macam training. Aku menikmati mengajar.

Awalnya deg-deg an, keringat dingin, dan ga PD. Tapi setelah selesai, yang ada malah inign terus dan terus nyoba lagi. Aku beruntung waktu Internship program, aku dapat di department Learning. Jadi kesempatan untuk bicara di depan umum dan menyampaikan materi pun lebih terbuka dan luas. Walau pernah satu ketika Aku menyampaikan materi tapi lupa resleting celana ku belum sepenuhnya tertutup,dan membuat heboh peserta, tapi itu ga buat aku kapok. Ada rasa kepuasan batin tersendiri saat orang yang kita berikan materi, mengerti apa yang kita sampaikan dan mereka mendapat manfaat dari materi yang kita berikan.

Dan suatu saat aku menemukan ada satu gerakan bernama Indonesia Mengajar. Dari situlah aku mengenal sosok Bapak Anies Baswedan. Awalnya aku tidak habis pikir, mau-maunya ya mereka dikirim ke seluruh pelosok Indonesia untuk mengajar di SD terpencil tanpa dapat gaji yang layak. Padahal sebelumnya mereka adalah mahasiswa berprestasi tinggi yang beberapa malah sudah bekerja secara profesional di luar negri. Tapi begitu aku dengar visi misinya dari Pak Anies dan tulisan-tulisan mengenai pengalaman para Pengajar Muda. WOW! Mereka bener-bener keren. Pengalaman yang mereka dapatkan tidak bisa dihargai dengan materi sebesar apapun. Anak-anak jenius dari pelosok yang kita tonton di film Laskar Pelangi emang bener-bener ada di seluruh pelosok Indonesia. Dan ini adalah kata-kata Pak Anies yang selalu aku ingat.

Berhenti mengecam kegelapan. Nyalakan lilin.

Ini negeri besar dan akan lebih besar. Sekedar mengeluh dan mengecam kegelapan tidak akan mengubah apapun. Nyalakan lilin, lakukan sesuatu.

“Ada sebagian bangsa Indonesia yang terlunasi Janji Kemerdekaan-nya. Dengan pendidikan yang mereka raih, mereka dapat mencapai kehidupan yang lebih baik untuk diri dan keluarganya. Tetapi, tidak sedikit saudara kita yang masih menunggu lunasnya janji itu. Mereka belum mendapat pendidikan yang layak , mereka belum terangkat kehidupan ekonomi dan sosialnya.

 

Indonesia Mengajar percaya Janji Kemerdekaan adalah janji kita semua. Kita yakin pendidikan adalah satu gerakan bangsa dan bukan semata tugas pemerintah. Karenanya, daripada sekedar “mengutuk kegelapan”, kami memutuskan untuk ikut bertindak, meski hanya bagaikan menyalakan Lilin yang kecil. Indonesia Mengajar terdorong berbuat sesuatu–yang terbaik yang bisa dilakukan-demi kemajuan pendidikan di Tanah Air dan terlunasinya Janji Kemerdekaan itu. “

Aku sadar, Aku mungkin ga bisa ikut secara langsung program Indonesia mengajar untuk menjadi seorang Pengajar Muda. Tapi bukan habbit ku untuk diam tanpa melakukan apa-apa melihat realita pendidikan Indonesia yang masih jauh dari kata-kata layak. Awalnya Aku ingin ikut menyumbangkan tenaga ku untuk mengajar anak-anak jalanan. Tapi aku rasa itu tidak terlalu efektif. Tapi satu ketika aku browsing, dan menemukan tulisan di sebuah blog bahwa ternyata di Kota Jakarta, Ibu kota Indonesia masih ada sekolah yang tidak layak dan dengan kondisi yang memprihatinkan. Dan sekolah itu ada di tempat pembuangan sampah terbesar di Asia Tenggara, yaitu Bantar Gebang. Berbekal rasa penasaran Aku pun melakukan survei langsung kesana. Aku telf Kepala Sekolahnya dan membuat janji untuk bertemu di sekolahnya. Ketika sampai, aku dijemput oleh seseorang berpakaian kemeja biasa, celana panjang yang ditekuk diatas mata kaki, bertopi butut dan memakai motor yang sudah terlihat tua. Aku pikir, mungkin itu pesuruh di sekolah itu. Betapa kagetnya aku, ketika tahu bahwa ternyata orang itu adalah Sang Kepala Sekolah. Namanya Pak Nadam.

Sampai disana, aku disuguhi pemandangan yang luar biasa. Bangunan-bangunan dari kayu warna-warni beratapkan seng. Tanpa tembok dan terbuka. Dan masih ada bendera Indonesia berkibar dengan gagah di halaman sekolahnya. Dengan mataku sendiri aku melihat anak-anak dari berbagai macam latar belakang datang ke sekolah ini menuntut ilmu. Dari anak pemulung, pengamen jalanan, semuanya ada. Mereka datang tanpa seragam dan tanpa sepatu. Hanya bermodal semangat menuntut ilmu, sebuah pena dan sebuah buku. Jam belajar mereka pun mulai jam 2 sore, setelah mereka mencari uang. Tapi buat mereka tak ada kata cape dan mengeluh. Mereka menganggap belajar adalah waktunya untuk refreshing dari kepenatan hidup dan mendapatkan ilmu baru.  Yang tidak kalah mengejutkan, dengan jumlah anak-anak yang sangat banyak itu, jumlah guru disana hanya 6 orang termasuk kepala sekolah. Karena keterbatasan itu, sering murid kelas 5 digabung dengan murid kelas 6. Atau murid kelas 4 digabung kelas 5. Mereka kekurangan tenaga pendidik di sana. Untuk mendatangkan guru dari luar, Pak Nadam bilang dananya sangat mahal. Paling mereka mendatangkan guru dari luar kalau sudah dekat masa-masa ujian. Sedangkan untuk operasional sekolah sehari-hari mereka juga mengandalkan dana-dana sumbangan.

Melihat kenyataan itu, Aku harus melakukan sesuatu. Dengan teman-teman yang satu visi di tempatku bekerja, aku mulai merintis gerakan The Ritz Carlton Mengajar. Foto-foto Sekolah Tunas Alam Bantargebang sudah aku presentasikan kepada General Manager ku. Dan alhamdulillah, tanggal 25 maret nanti Ritz Carlton akan mengundang Pak Nadam dan perwakilan 20 anak untuk mempresentasikan sekolah mereka sekaligus memberikan hotel tour kepada mereka. Awal yang bagus untuk permulaan gerakan The Ritz Carlton Mengajar.

Sahabat-sahabatku dimanapun kalian sekarang membaca tulisan ini, aku yakin kalau kita melihat lingkungan kita lebih dalam dan lebih jauh lagi, masih banyak potret pendidikan yang masih jauh dari kata ideal dan memprihatinkan. Dan kalau kita peduli, kita pasti bisa melakukan sesuatu untuknya. Kita bisa bergerak dari sekarang. Mengubah masa depan seorang anak yang kurang beruntung dengan tangan kita dan ilmu kita. Kumpulkan teman-teman yang mempunyai visi yang sama, lalu bergeraklah, lakukan sesuatu, nyalakan lilin untuk bangsa ini.

Mendidik adalah tugas konstitusional negara, tapi sesunggunya mendidik adalah tugas moral SETIAP ORANG TERDIDIK.”

 

Jikalau ada masukan, saran, kritik silahkan kirimkan ke emailku di brili.agung.zp@gmail.com atau boleh follow twitter ku di @BriliAgung . Ditunggu ya.. Oiya, tulisan ini boleh disebarkan, dibagikan dicopas kemana saja. Insyaallah bermanfaat..

 

 

CEO Inspirator Academy, penulis 6 buku, co-writer 17 buku artis, pengusaha, dan trainer.

Belajar Bisnis Dari Drakor Seru Abis

Sebagai penulis, melahap film dari berbagai genre adalah kebutuhan bagi saya. Membanjiri pikiran dengan ide ide baru, pembelajaran dan inspirasi dengan cara yang menyenangkan. Jadi itulah kenapa saya ga fanatik terhadap satu jenis genre film….

Transformasi Radikal Qyta Trans

Pandemi Covid 19 keras menghantam banyak lini. Wabah tentunya menyerang sisi kesehatan, namun ada sisi lain yang juga terhantam tidak kalah telak. Apalagi jika bukan sisi ekonomi. Semua pelaku usaha, mulai dari level kakap sampai…

Review Film Ghost Writer

    Ghost writer yang mereview film ghost writer. Akhirnya, setelah sekian lama bisa nge blog lagi. Dan, kali ini edisi khusus karena saya akan me review sebuah film. Karena biasanya untuk blog ini, review…

Cerita Dari Dirigen Oli Bekas

Cerita Dari Dirigen Oli Bekas Beberapa hari yang lalu mungkin teman-teman tahu bahwa saya menginisiasi donasi untuk membantu seorang anak bernama Latif. Sebuah video viral di social media memperlihatkan dia sedang dipaksa menyiram oli bekas…

Kios Untuk Ayah

Apakah benar hidup bermula di usia 40 tahun? Banyak sekali yang berkata kepada saya demikian. Bisa jadi ada benarnya, bisa jadi tidak berlaku bagi sebagian besar orang. Coba lihat sekeliling kita saat ini, apakah saudara…

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *