#JumuahBerfaedah – Indonesia Timur Dan Senyum Yang Tumpah
Apa yang paling kamu syukuri Jumat ini?
Jika kamu bertanya kepadaku, yang paling kusyukuri adalah telah terbitnya buku ke- 28 dan buku ke-29.
Ya, kedua buku tersebut resmi lahir di waktu berdekatan dengan lahirnya buku ke-27. Buku yang bersejarah dalam hidup saya.

Eniwei, apa yang membuat buku ke-28 dan buku ke-29 ini spesial? Kedua buku ini mengangkat jiwa dan semangat dari Indonesia Timur.
Well, kita bahas buku ke 28 terlebih dahulu yang berjudul Buku Dari Papua – Pena Cinta Dari Timur Indonesia. Mungkin teman-teman masih ingat ketika pada bulan Juli 2016 atas kehendakNya, alhamdulillah terkumpul dana melalui crowdfunding di http://qoloni.com/proyek/view/134/informasi/buku-dari-papua .
Di project ini saya dan tim blusukan langsung ke Tanah Papua untuk mengajar permata-permata dari Papua menulis. Mereka menulis untuk mengungkapkan kisah dan kegelisahannya. Dan hasil tulisannya, saya susun, edit untuk kemudian diterbitkan. Alhamdulillah, setelah melewati waktu yang cukup panjang, Buku ini terbit di tahun 2017.
Dalam buku ini kita semua akan tahu bagaimana suara Suku Kokoda sebagai satu-satunya suku asli Papua yang sejak Abad 16 memeluk agama Islam. Dan juga suku Moi, suku asli Papua pemeluk Kristen yang taat dan sangat menjunjung tinggi toleransi.
Pembaca dalam buku ini juga akan membaca apa yang dirasakan pemuda-pemuda Papua dengan segala suka cita dan dukanya. Dalam buku ini Papua lah subjeknya. Bukan hanya objek belaka.
Buku Ke 29
Dalam buku ini saya diberi amanah oleh PT Pelindo IV untuk merekam terobosan “gila” Direktur Utamanya yang bernama Bapak Doso Agung. Bapak Doso Agung ini jagoan sesungguhnya yang banyak mengubah nasib Indonesia Timur melalui keputusan dan kebijaksanaannya. Bayangkan, Indonesia timur selama ini banyak sekali mengekspor kekayaan alamnya. Namun tidak tercatat sebagai komoditi asli mereka. Kenapa? Karena untuk ekspor mereka harus melalui Pelabuhan di Surabaya. Sehingga pencatatan komoditi harus melalui proses re kontainer ulang. Dan menyebabkan keterangan origin barang ditulis dari Surabaya.
Namun semenjak kedatangan Pak Doso, dia memberlakukan kebijakan Direct Call dan Direct Export. Apa itu? Semua komoditi ekspor dari Indonesia Timur bisa laangsung diekspor dari Makassar tanpa harus melalui re kontainer. Sehingga origin barang tetap tercatat dari daerah yang menyuplai.
Hal ini bisa memotong biaya ekspor hingga 70 persen. Dan waktu ekspor yang tadinya bisa sampai satu bulan menjadi hanya hitungan 3-5 hari. Karena kebijakan ini pulalah, banyak provinsi di Indonesia Timur yang mengalami peningkatan ekspor yang signifikan.
Seperti kata pepatah, “Not All Heroes Wear Capes.”