#JumuahBerfaedah – Mamah dan Anak Buangannya.
Dari usul status FB dan IG Story saya pagi tadi, saya memilih tema Ibu untuk saya ceritakan di Jumat ini. Saya memiliki hubungan yang unik dengan Ibu (yang biasa saya panggil Mamah). Relationship saya dengan Mamah ini rada-rada unik. Dari tanggal lahirnya pun unik. Saya, Mamah, dan Zulham memiliki weton yang sama. Sabtu Legi. Kalau kata mbah, jika dalam keluarga ada yang wetonnya sama, maka akan sering berantem.
Nah, solusi secara adat adalah si anak harus “dibuang” dulu. Itulah yang terjadi kepada saya dan Zulham ketika masih bayi. Kami secara seremonial “dibuang” dan diadopsi oleh Bude kami. Tidak dibuang dalam arti sebenarnya, hanya sebagai bentuk ruwatan dan pelestarian tradisi Jawa.
Bisa jadi karena weton kami sama, maka yang terjadi sedari kecil antara saya dan Mamah adalah hal yang unik dan seru. Kami lebih banyak berdebat tentang satu hal, namun juga memiliki banyak kesamaan yang kadang membuat Bapak kesal. Saya akui, saya bukan anak laki-laki yang cukup baik dan cukup bakti kepada Mamah. Saya pernah membuat beliau marah, ngamuk, dan menangis. Hal yang paling epik adalah ketika saya masih SD, saya pernah mengambil pisau sambil tantrum dan meminta Mamah untuk membunuh saya saja. Bukan, bukan karena saya dilarang pacaran. Tapi karena hal yang super duper sepele. Karena saya dibangunkan dari tidur siang dan disuruh datang ke kondangannya kakak sepupu. Hahahaha. Ya, setiap manusia pernah alay pada zamannya.
Drama antara kami pun terjadi belum lama. Sebuah hal yang membuat Mamah marah dan membanting pintu kamarnya. Disebabkan karena saya ngotot untuk acara ngunduh mantu hanya sehari, Mamah meminta dua hari. Saya ngotot pakai jas saja, Mamah ngotot inginnya memakai pakaian adat. Sebuah hal yang akhirnya kita tahu endingnya. Saya mengalah dengan segala rencana Mamah.
Kesamaan diantara kami mungkin untuk hal-hal yang berbau traveling. Kami sama sama suka merambah tempat-tempat baru dan bertamasya. Ini yang kadang membuat Bapak senewen karena kami dianggap “dolan bae”. Lalu kami sama-sama suka pedas. Dan dari Mamah saya belajar tentang menuangkan saos sambal banyak-banyak saat makan mi ayam. Sehingga sampai sekarang pikiran bawah sadar saya menanggap mie ayam dan saos sambal adalah jodoh yang hakiki.
Dan di hari Ibu ini, saya cuma berharap semoga tidak ada lagi kata “ah” keluar untuk Mamah. Semoga lebih banyak kata “nggih” akan apa yang menjadi nasehat dan perintahnya. Karena walau bagaimanapun tidak logisnya permintaan seorang Ibu, waktu lah yang akan membuktikan kelogisannya. Otak dan pemahaman kitanya saja sebagai anak yang belum dan tidak akan nyampe memaknainya.
Selamat hari Ibu Mah..
Jangan lelah menasehati dan mendoakan anakmu ini. Ajari anakmu ini untuk membimbing Istrinya agar suatu hari bisa menjadi Ibu yang lebih baik dari Mamah.