Lelaki Yang Memeluk Pagi

Pagi ini, entak kenapa aku ingin menulis sesuatu yang berbeda. Ingin menulis yang diluar kebiasaanku tiap harinya. Penulis juga manusia biasa, butuh hiburan saat ide-ide dirasa mulai memudar.

Jadi iseng-iseng aku pancing follower ku untuk urunan kalimat. Berikan kalimat mereka, dan akan kupilih 3 kalimat yang akan kurangkai menjadi sebuah cerita. Dan dari puluhan kalimat yang masuk di tab mention ku inilah 3 kalimat terpilihnya :

Ibu, aku sangat rindu padamu ~ @ruqma

tak akan ada habisnya berbicara tentang kenangan dan cerita tentang kita, Sama seperti derai air hujan yang turun pagi ini ~ @pucapucaa

katakan yang kamu lakukan, lakukan yang kamu katakan ~  @aiiaayyatul

Oke, sejenak 3 kalimat itu sempat membuatku bengong. Dan mari kita lihat bagaimana hasilnya…

 

Hawa dingin segera menyergap setiap senti badanku saat aku membuka pintu kamar kos ku. Ruangan seluas 3×3 seakan mendapatkan suntikan nyawa baru ketika udara di dalam dan diluar saling menyapa untuk kemudian bertukar peran. Aku baru sadar darimana asalanya hawa dingin pagi itu saat satu per satu tetes air menerjunkan dirinya dari genteng berwarna coklat tua. Pagi ini masih terlalu muda, entah apa yang Allah rencanakan membangunkanku sepagi itu.

Seketika mataku beradu pada sebuah buku kecil bersampul coklat di sudut meja kerja ku. Ah, sebuah mushaf kecil yang kokoh itu mulai berdebu. Entah sudah berapa purnama aku tak menyapanya. Namun pagi itu, mushaf kecil itu mendengungkan sebuah panggilan yang mungkin hanya aku yang dapat mendengarnya. Sebuah panggilan untuk segera menjamahnya. Panggilan yang begitu jelas terdengar dalam setiap lotus lotus otakku.

Ada kekuatan yang mendorongku tiba-tiba untuk membasuh raga ini segera. Kugerakkan langkahku menuju kran air berkarat di dekat garasi. Aku harus ekstra hati-hati karena hujan semalam telah membuat lantai ini tak lagi ramah pada siapapun yang lali menjaga keseimbangan raga nya. Dan, ah.. aku mencium bau yang tak asing. Petrichor! Sensasi yang selalu datang saat hujan turun. Memori itupun mencengkram semakin kuat dan dalam.

Mushaf kecil, hujan di pagi hari, bau tanah yang tersiram hujan, semua bermuara pada satu nama : Ibu.

Selesqai mengambil wudhu, aku berjingkat masuk ke kamarku dan menyambar mushaf coklat kecilku. Kubaca pelan setiap titian kata, setiap tajwid yang bermakna, dan setiap arti yang terkandung di tiap ayat suci Nya. Aku sadar, aku sedang berperang sekarang. Berperang menghadapi rindu yang kian datang menghujam.

Ibu, aku sangat rindu padamu.

Seakan tak mau kalah dengan rintik hujan di luar sana, mataku mulai menunjukan perlawanannya. Kelopak mataku tak kuasa lagi membendung desakan air yang membonceng saat kenangan itu tiba. Terbayang jari-jari lembut yang memanduku membaca huruf hijaiyah. Senyum sabar dan tulusnya yang membuat siapapun menjadi tenang di dekatnya. Belaian tangan yang begitu menentramkan. Elusan kecil di rambut saat aku salah mengucapkan “syin” serupa “sod” . Lalu hadiah-hadiah kecil yang aku terima saat aku mulai bisa menghapal ayat demi ayat-Nya. Ibu dulu selalu menjanjikanku semangkuk bakso iga, untuk setiap surat pendek yang bisa kuhafal. Ibu, tak akan ada habisnya berbicara tentang kenangan dan cerita tentang kita, Sama seperti derai air hujan yang turun pagi ini.

Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya.. Aku menutup mushaf kecil coklat itu, kupejamkan mata, namun aku tetap tak kuasa untuk menutup kenangan yang berputar dengan leluasa.

“Ibu, jika aku sudah tartil bacanya nanti.. Aku janji kan menghatamkan Qur’an setiap Ramadhan..” Kataku waktu itu.

Seperti biasa, jemari lembut yang begitu menentramkan itu mengelus pipiku.

“Waah, anak Ibu hebat!”

“Iya donk Bu.. Siapa dulu Ibu nya.. Tapi nanti aku mau dibeliin bakso iga setiap hari ya Bu.. kalo Kau bisa khatamin Qur’an!” Aku memeluknya..

“Iya nak Ibu janji nanti pasti belikan Bakso Iga Pak Doel tiap hari!” Ibu mencubit hidungku dan tersirat senyuman bangga disana.

Sejenak menarik nafas Ibu melanjutkan kata-katanya.

“Nak, kamu kan cowo! Suatu saat kamu pasti jadi calon imam yang hebat dan juara. Ibu ingin kamu menepati setiap apa yang terucap dari lisanmu. Seperti janjimu tadi ingin menghatamkan Qur’an setiap Ramadhan. Jadilah seorang Imam kebanggan penduduk langit ya nak. Tepati setiap janjimu, katakan yang kamu lakukan, lakukan yang kamu katakan..” Ibu menutup kalimatnya dengan satu kecupan di kening yang tak pernah kulupakan hingga pagi ini.

CEO Inspirator Academy, penulis 6 buku, co-writer 17 buku artis, pengusaha, dan trainer.

Abu-Abu Dalam Selena dan Nebula Karya Tere Liye

Nyaris saya melewatkan tenggat waktu untuk meresensi Selena dan Nebula. Utang saya kepada Bang Tere Liye lah yang akhirnya menggerakkan saya untuk menulis ini di detik terakhir. Ya, saya berutang banyak kepada Bang Tere Liye…

Review Buku Orang – Orang Biasa – Andrea Hirata

Saya termasuk pembaca yang beruntung. Apa sebab? Saya mendapatkan novel bertanda tangan beliau langsung di Bangka Belitung.  Kamu bisa bayangkan sensasinya kan? Membaca karya penulis panutan di Bumi tempat dia melahirkan aksara aksara magisnya? Dan……

Diary Penulis Biografi –Klien Pertama Untuk Ghostwriter Pemula

Diary Penulis Biografi –Klien Pertama Untuk Ghostwriter Pemula Selamat malam writers! Ada yang unik minggu ini. Tak ada angin dan tak ada hujan, ada dua gadis mengontak saya untuk berdiskusi 1 pertanyaan yang sama. Satu…

Diari Penulis Biografi – Wujud Paling Tinggi Dari Cinta

Dalam tulisan saya DI SINI , saya pernah menuliskan bahwa hal yang paling saya syukuri dari menjadi co/ghost writer / penulis biografi adalah bisa bertemu sekaligus berinteraksi dengan banyak orang berilmu. Bisa face to face empat…

Dilan 1990 . Menulis Cerpen Atau Novel Based On True Story? Ini Resikonya!

Foto diambil dari sini Ketika membaca ini, apakah kamu termasuk salah satu dari 4.000.000 penonton yang sampai hari ini sudah menonto Film Dilan 1990? Atau baca novelnya? Sampai sekarang baik novel dan filmnya masih laris…

15 comments

    Kak Brili… Jempol!!! 😀 Jujur aja, pas bikin kalimat tadi pikiran aku lagi flashback ke kenangan aku sama pacar aku yang lagi terbentang jarak. Karena hujan, selalu lekat dengan moment2 semasa kuliah kita berdua di Unsoed Purwokerto. Tapi interpretasi setiap orang pada suatu kalimat kan udh pasti berbeda, dan kakak bikin something yang luar biasa jauh dari prediksi akuuuu hehehee… Bagus kak, aku mau kasih ke ibu cerpen ini yaaa :) Terus Berkaya, Kaaaak! 😀 -@pucapucaa-

    Hahaha aku tau ko, itu pasti kalimat bukan buat Ibu.
    Tapi kan kalimatnya harus nyambung sama 2 kalimat setoran lainnya.. Jadi ya diseragamkan dalam satu rangkaian cerita aja..

    Waaaah… Salam ya buat Ibu…

    Doakan terus berkarya

    Iyaa iyaa makanya aku bilang, km bisa ngolah itu semua jadi sesuatu hal yang… okee… hahaha… Sip kak, sukses selaluuu 😀

    mata kiri sedang sakit, baca tulisan ini air xg keluar dari mata semakin tak tertahan,

    And My Allah, Rahmat dan Nikmat dariMu Seperti Ribuan Air Hujan yang Menetes dari langitMu.

    MasyaAllah.. *merinding*

    Tulisan nya keren, di tulis dengan apik dan penuh energi positif
    Tak akan habis kata untuk menceritakan sosok hebat yang telah banyak menghasilkan generasi hebat.. IBU :*

    sukses terus om Brilli ^_^

Leave a Reply to culie Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *